Tak terasa yaa, sebentar lagi ramadhan akan pergi meninggalkan kita dan lebaran tinggal menghitung hari saja. Sumpah, menyadari hal ini hatiku tiba-tiba sedih dan mataku berkaca-kaca euy. Beragam pertanyaan terlintas di pikiran; sudah maksimalkah ibadah saya di ramadhan kali ini? Benarkah saya sudah sebenar-benarnya ikhlas beribadah? Bagaimana bila ini adalah ramadhan terakhir saya? Sudah cukupkah bekal yang akan saya bawa nanti? Huhuhu #LaluMewek
Di saat-saat terakhir ramadhan seperti ini, ada beberapa hal yang biasanya identik dilakukan oleh orang-orang, diantaranya itikaf di masjid demi mendapatkan malam lailatulqadar, berburu baju lebaran di online shop atau pusat perbelanjaan, sibuk membuat kue kering, merapikan dan mengecat rumah agar terlihat lebih bersih di hari nan fitri dan masih ada satu hal lagi yang umumnya dilakukan oleh perantau dan anak kuliahan (kampusnya jauh dari kampung halaman), tak lain dan tak bukan yaitu: MUDIK.
Di saat-saat terakhir ramadhan seperti ini, ada beberapa hal yang biasanya identik dilakukan oleh orang-orang, diantaranya itikaf di masjid demi mendapatkan malam lailatulqadar, berburu baju lebaran di online shop atau pusat perbelanjaan, sibuk membuat kue kering, merapikan dan mengecat rumah agar terlihat lebih bersih di hari nan fitri dan masih ada satu hal lagi yang umumnya dilakukan oleh perantau dan anak kuliahan (kampusnya jauh dari kampung halaman), tak lain dan tak bukan yaitu: MUDIK.
![]() |
pic source: pxabay.com |
Ngomong-ngomong tentang mudik, kebetulan banget nih pada kesempatan kali ini tema Collablogging KEB kelompok kami mengambil tema MUDIK. Ini nih artikelnya yang tayang di website KEB yang ditulis oleh Mba Faradila Danasworo Putri.
Mudik? Hmmm, sebenarnya sudah sejak lama saya tidak lagi melakukan kegiatan ini, kira-kira sudah sekitar sepuluh tahunan saya meninggalkan tradisi ini yakni sejak lulus kuliah pada tahun 2007 silam. Tapi entah mengapa, saat melihat adik-adik saya mudik tahun ini (beberapa adik saya tugas di luar daerah dan baru pulang ke rumah mama saat lebaran) kenangan saat mudik yang terjadi bertahun lalu itu tiba-tiba muncul kembali.
Sama seperti pemudik lainnya yang merasakan momen tak terlupakan saat mudik, saya juga merasakan hal tersebut. Kali ini akan saya tuliskan 4 (empat) hal yang paling berkesan yang terjadi saat saya hendak mudik, di antaranya:
#Membeli bermacam oleh-oleh untuk seluruh anggota keluarga
Keluarga kami tinggal di sebuah kecamatan (±30 KM dari kota BauBau) yang mana harga barang yang dijual di sana relatif lebih mahal dari harga barang di kota tempat saya kuliah. Inilah yang membuat saya selalu kalap belanja sebelum mudik. Semua anggota keluarga; papa, mama, Iyma dan keempat adik saya tak pernah lupa saya belikan oleh-oleh walau sering kali saya tak kuat mengangkat tas tempat menyimpan oleh-oleh itu.
Saya rela menabung dan menghabiskan semua uang belanja bulanan yang dikirim papa asalkan bisa membelikan oleh-oleh untuk orang-orang yang saya rindukan. Terlebih ketika melihat raut wajah bahagia mereka saat menerima oleh-oleh yang saya bawakan, rasa capek seolah sirna berganti bahagia tak terkira.
#Berburu tiket kapal
Saat saya kuliah, alat transportasi yang mengubungkan kota BauBau dan Makassar hanyalah kapal laut. Berbeda dengan sekarang, saat itu belum ada rute penerbangan BauBau-Makassar atau sebaliknya. Maka saat akan mudik saya dan teman-teman mulai berburu tiket kapal laut (PELNI), padahal saat itu pembelian tiket belum dibatasi seperti saat ini.
Saat itu, penumpang kapal laut masih bisa membeli tiket (kelas ekonomi) bahkan sesaat sebelum kapal berangkat. Walau begitu, saya dan teman-teman tetap membeli tiket beberapa hari sebelum pulang. Memegang tiket pulang memberikan suntikan semangat dan energi bahagia di dalam dada. Pokoknya asal udah punya tiket pulang, bawaannya happyyyy ajaa, hehehe
# Berdesak-desakan naik ke atas kapal
Saat musim mudik tiba, kapal laut berubah menjadi lautan manusia. Sangat jarang menemukan tempat di atas kapal yang tak terhuni para pemudik. Kapal yang ditumpangi para pemudik selalu sarat muatan. Penumpang sangat akrab dengan “pemandangan” melihat orang tidur di atas sekoci. Jadi bisa dibayangkan dong yaa padatnya kapal itu seperti apa.
Pada musim mudik, tak ada namanya antre saat naik ke atas kapal, yang terjadi adalah siapa yang kuat dialah yang lebih dulu naik ke atas kapal. Semua penumpang seolah berlomba untuk cepat sampai ke atas, jadi manusia berdiri mengular dan berdesak-desakan adalah pemandangan biasa bagi kami. Saya yang lemah ini terpaksa harus kuat-kuatin fisik agar tak kalah dengan penumpang lain.
#Tidur di lantai kapal beralaskan tikar dari kulit semen
Seperti yang saya katakan di atas, saat musim mudik tiba, tak ada ruangan di atas kapal yang tak dihuni penumpang jadi dapat dipastikan kasur/matras yang disediakan untuk penumpang kelas ekonomi jelas sudah dihuni oleh penumpang lain yang naik di pelabuhan sebelumnya. Maka lantai kapal menjadi tempat yang kami pilih untuk sekedar merebahkan badan sebelum sampai ke kampung halaman.
Agar pakaian tak terkena debu, kami membeli tikar dari kulit semen yang dijajakan oleh penjual asongan yang berkeliaran di atas kapal. Kami tak peduli bila harus menggelar tikar di samping toilet atau tempat sampah, yang ada di pikiran adalah bagaimana caranya agar kami bisa beristirahat walau sejenak saja.
Hmm, kalau mengingat saat-saat itu, saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri “rasa jijik saya hilang kemana yaa? Kok saya bisa merasa baik-baik saja dengan semua itu?”
**
Ahhh, bila mengingat masa-masa itu hati ini rasanya saya masih tak percaya. Kok bisa yaa saya bertahan dan bisa menikmati masa-masa yang kalau dilihat di masa sekarang ini terlihat “sangat horor” itu. Syukurlah saat ini penumpang kapal pelni tak lagi merasakan seperti yang saya dan teman-teman rasakan dulu.
Penumpang patut bersyukur karena saat ini penjualan tiket kapal pelni sudah dibatasi dan tak lagi “liar” seperti dulu. Adik saya cerita, saat ia, istri dan anak bayinya mudik beberapa hari lalu, suasana kapal pelni sangat bersahabat dan cukup nyaman untuk anak-anak. Suasana yang ia ceritakan berbanding terbalik dengan yang saya rasakan dulu.
Demikian cerita tentang pengalaman mudik menggunakan kapal laut. Apakah teman-teman juga pernah mudik menggunakan kapal laut? Yuk bagi ceritamu di kolom komentar J
Bagi teman-teman yang akan mudik dalam waktu dekat, entah itu menggunakan transportasi darat, laut maupun udara, “Selamat mudik yaa.. Jaga kesehatan dan hati-hati selama melakukan perjalanan”.
BauBau, 06 Juni 2018
27 Comments
saya belum pernah berlayar dengan kapal pelni.. tetapi kalau dilihat dari berita2 dan foto2 saat mudik, tampaknya mudik dengan kapal pelni butuh perjuangan..:)
BalasHapusPengalaman naik kapal yang paling menegangkan buatku saat pulang dari Lampung,kak.
BalasHapusSaat itu gelombangnya besar, badan kapal naik turun kerasa banget.
Apalagi saat itu penuh penumpang dan ngga kebagian duduk di dek, jadi berada di area bawah tempat kendaraan2 berada..
Zaman sdulu travelling mengandalkan kapal laut, harga pesawat sungguh tingggi. Tapi seneng banget naik kapal laut ataupun juga kereta karena selalu banyak cerita dna kenangan. Ini sekarang lagi pingin anget ke Lombok naik kapal laut.
BalasHapusTerima kasih lo, Mbak. Sudah membagikan pengalaman serunya. Semoga Mbak dikaruniai kesehatan dan keasyikan untuk terus berbagi cerita2 petualangannya.
BalasHapusSungguh pengalaman yang tak terlupakan ya Mbak Ira.
BalasHapusTikar dari kulit semen?
Maksudnya, dari kemasan semen, ya? Saya ndak kebayang kulit semen itu apa, hehe.
Wah pengalaman saya banget itu mba Ira naik kapal dari Jakarta menuju Medan. Pulang pas musim mudik, haduh naik ke kapal aja udah mual belum lagi di perjalanan. Karena enggak kedapatan tempat akhirnya kita gelar tikar di lantai mana yang lewat banyak banget lagi. Selama perjalanan aku mabok laut terus, alhasil ga' mau lagi naik kapal sampai saat ini. Hehee
BalasHapusKalo mudik dengan kapal laut sih engak pernah. Namun beberapa kali saya menggunakan kapal laut untuk menyeberang ke Bali, atau ke Lampung tahun kemarin. Sungguh pengalaman yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari
BalasHapusAlhamdulillah makin ke sini pelayanan semakin baik ya mbk. Jd skrg kalau mau mudik pakai kapal pelni sudah nggak perlu merasakan kejadian kejadian seperti yg dulu dulu itu ya mbk
BalasHapusKisah mudik kayak gitu cuma saya tonton di TV tentang suasana kapal PELNI yang dijejali penumpang saking membludaknya.
BalasHapusSyukurnya sekarang lebih beradab, ya. Tak baik memenuhi kapal kayak gitu demi mudik. PELNI harus siap dengan sarana yang ada agar bisa melayani masyarakat yang hendak mudik.
Saya seram saja kalau harus naik kapal yang dipenuhi banyak penumpang. Tak berani dan tak biasa. Naik kapal saja belum pernah, jadi takut mabuk laut, ha ha.
Apa ke depan akan ada rencana mudik lagi? Kayaknya harus siap-siap dari sebelum bulan puasa. Saya tak me mana-mana da di rumah saja.
Pengalaman naik kapal laut (meski bukan kapal pelni) pernah juga nih saya rasakan dan emang enggak terlupakan. Walaupun lama banget di kapal laut, tapi kita bisa merasakan udara laut dan pemandangan.
BalasHapusSaya baru sekali nyobain kapal lalu. Waktu dari Batam ke Singapore, begitupun sebaliknya. Pas pulangnya saya mabok laut hihihi. Kayaknya lebih enak pakai kapal besar ya, Mbak
BalasHapusSaya blm pernah naik kapal dalam waktu lama..bbrp kali menyeberang saja dg waktu 3-5 jam paling lama, itupun bagi saya rasanya seabad! Haha..
BalasHapusOh kalau musim mudik jadi penuh ya kapalnya, jadi gak kebagian tempat duduk gitu ya mbak? Aku ga pernah mudik naik kapal, paling waktu itu nyebrang aja naik Ferry yang pertama sempat kaget karena gak ada tempat duduk tapi Allhamdulillah pas bawa anak-anak malah kosong enak. Tapi namanya mudik walaupun penuh rintangan selalu dinanti ya.
BalasHapusBenar benar memori yang tidak terlupakan, apalagi sekarang keperdulian pemerintah benar terasa dengan perkembangan transport yang ada. Masyrakat semakin diajari bahwa rasa aman dan sesuai aturan mendatangkan kenyamanan yang menyenangkan ya..
BalasHapusUdah beberapa kali merasakan mudik naik kapal Pelni ini. Malah selalu melintasi pelabuhan Bau-bau dan masih harus melanjutkan perjalanan selama berhari-hari hingga sampai ke kampung asal saya di Serui (Papua). Tapi perjalanannya lumayan juga seru sih, hehe. Ya biasa kalau dari Makassar itu penumpangnya padat banget jadi terpaksa harus tidur beralaskan tikar di lantai kapal.
BalasHapusAku belum pernah naik kapal laut seumur-umur lho Mbaa. Duh, ternyata masih banyak hal yang belum kualami di dunia ini ya wkwk
BalasHapusBaca ini jadi oenasaran bagaimana rasanya..pengen nyoba deh..hehe..
BalasHapusSaya lagi berencana mengunjungi saudara yang tinggal di Tual Maluku Tenggara. Nah, pinginnya naik kapal laut ke sananya. Pingin merasakan gimana rasanya, hehe. Pernah naiknya aja, tapi gak berlayar. Makasih ulasannya, Mbak
BalasHapusJadi teringat kondisi orang tua kalau pulang naik kapal, mungkin kayak gini juga yah, hikss. Tp alhamdulillah klu skrg aturan kapal mnegecilkan kemungkinan adanya penumpang ilegal
BalasHapusTapi walaupun padat tetep ada batasannya kan ya mbak? Maksudku ga akan mungkin dijalankan dengan beban muatan berlebih kan Mbak? Jujur aku belum pernah sih naik Pelni tapi baca ini ngebayangin gimana Crowdet suasananya
BalasHapusBelum pernah mudik nyebrang laut nih mbaaa hihi paling nyebrang lautan kemacetan aja sih wkwk
BalasHapusAku pernah naik kapal laut waktu ke Lampung ada rasa seneng tapi degdegan juga sih . Jadi waktu itu malam berangkat dan ombaknya gede banget jadi kaya horor gitu.
BalasHapusBelum pernah merasakan mudik naik kapal tapi dulu pernah nyebrang ke Bali dna Madura naik kapal. Kebayang ya mbak pas hari raya rame, berdesak2an gtu, tapi kalau hari biasa kyknya enjoy aja #sokteu. Saya dah lama nih gak naik kapal, pengennya nyeberang ke Lampung gtu dalam waktu deket :D
BalasHapusKalo mudik aku seringnya ya pake kendaraat di darat mba. Karena keluwrga masih bisa dijangkau sesama pulau jawa. Baik kapal waktu ke bali doamg
BalasHapusAku nyerah klau Naik kapal laut parno duluan,, dari dulu gk suka laut dh gitu go bisa berenang juga,,, pasti seru bngt y klo berani Naik kapal
BalasHapusSaya pernah itu naik kapal Pelni dari Kendari ke Makassar, thn. 2005 waktu itu. Tapi waktu itu bukan musim mudik Lebaran sih Kak jadi ndk terlalu padat, ndk sampe gelar tikar di lantai segala, heheheh.
BalasHapusTapi waktu mudik Lebaran dgn PakSu memang itu aslinya ramaaaii, ndak tau dari mana saja ini orang sekampungnya PakSu merantaunya, heheh. Padat, makanya saya selalu request klo mudik harus nyaman karena ada anak, biar ndk rewel dan capek di jalan 😁
Perjalanan naik kapal laut, apalagi untuk waktu yang lama itu seru banget. Aku pernah sekitar seminggu naik turun kapal Pelni waktu ngetrip di Maluku.
BalasHapusTerimakasih sudah membaca tulisan saya, jangan lupa tinggalin komennya yaa ;)