Haruskah Saya Mengikhlaskannya?


pic source: pixabay.com


Pada awal bulan Mei 2019 lalu, saat saya masih di kantor, suami menelepon meminta izin untuk meminjamkan uang pada sepupunya (sebut saja Panji, bukan nama sebenarnya). Panji sangat butuh uang namun tidak bisa menarik uangnya karena ATM isterinya terblokir. Sedangkan buku tabungannya tercecer entah di mana. Ia berjanji, akan mengembalikan uang yang dipinjamnya satu minggu kemudian.

Mendengar alasannya, saya pun mengizinkan suami untuk meminjaminya uang. Lagipula Panji ini orangnya ringan tangan dan suka membantu suami, rasanya tidak ada alasan untuk menolak permintaannya. Tak sampai lima menit, uang yang diminta pun ditransfer ke rekening istri Panji.
 
Satu minggu berlalu. Rupanya janji yang diucapkan tak ditepati. Sejak saat itu Panji mulai menghindar. Saya meminta suami untuk menagihnya namun Panji semakin menghindar. Pesan yang dikirim suami tidak pernah dibaca.

Hari berganti dan janji yang terucap tak kunjung ditepati. Saking seringnya di-php, suami jadi malu untuk menagih. Suami jadi tak enak hati meminta uang yang sudah dipinjamkannya. Saya jadi gregetan dibuatnya. Kok jadi yang punya uang yang merasa malu dan tak enak hati sedangkan yang meminjam malah asyik-asyik saja?

Lalu tibalah hari itu, hari dimana kami mendengar kabar Panji jatuh pingsan saat mengikuti pawai ulang tahun kabupaten Buton Tengah. Ia segera dilarikan ke puskesmas namun sayang Tuhan berkehendak lain, ia meninnggal dunia.

Saya sempat bertanya pada suami, bagaimana hutang Panji, siapa yang akan melunasinya? Jujur saja, saya tidak bisa merelakan uang itu karena nominalnya memang lumayan besar untuk ukuran kami. Kami bukanlah keluarga sultan yang bisa dengan mudah merelakan uang senilai Rp. 8juta untuk diberikan kepada orang lain begitu saja. Kalau nominalnya 1 atau 2 juta, mungkin saya bisa ikhlas, tapi 8 juta? ohhh rasanya berat sekali
 
Saya meminta kepada suami agar menanyakan kejelasan utang piutang ini kepada istri almarhum. Saya yakin dia tahu masalah ini karena uang yang dipinjam suaminya ditransfer ke rekening sang istri. Karena masih berkabung, kami harus menunggu namun tak boleh terlalu lama, kasihan saya yang punya uang dan kasihan pula almarhum yang kelak tertahan di alam sana karena masih memiliki hutang di dunia.
 
40 hari berlalu dari kematian Panji dan suami bertanya kepada sang istri perihal hutang piutang yang ditinggalkan suaminya. Sang istri malah mengajukan pertanyaan balik, benarkah hutang suaminya belum lunas? Karena menurut istrinya, sebelum meninggal Panji memberitahu istrinya tidak usah lagi memikirkan hutang tersebut, biar nanti diurusnya. Jadi istrinya berpikir hutang tersebut sudah lunas.

Mendengar jawaban itu, emosi saya tersulut. Apa maksud perkataan sang istri? Apakah ia menuduh kami berbohong? Harga diri saya serasa diinjak-injak. Ingin rasanya menangis mendengar perkataan itu. Menagih uang sendiri kok susahnya minta ampun, huhhuhu

pic source: pixabay.com


Saya ultimatum suami, bagaimana pun caranya uang yang sudah dipinjamkan itu harus balik. Saya tidak pernah berniat memberikan uang itu secara cuma-cuma karena untuk mengumpulkan uang itu butuh waktu beberapa bulan hingga mencapai nominal seperti itu..
 
Suami sudah malu untuk menagih hutang tersebut. Suami makin tidak enak hati karena status istri Panji adalah janda yang tidak memiliki penghasilan. Suami merasa kasihan, namun saya bergeming. Saya memaksanya untuk terus menagih dan alhamdulillah membuahkan hasil. Pada bulan Desember 2019, sang istri menelepon suami saya dan meminta untuk membayar setengah dari nilai hutang mereka.
 
Sebenarnya saya tidak mau hutang tersebut dibayar dengan cara dicicil karena saya meminjamkan mereka secara cash. Uang Rp. 8juta langsung saya berikan beberapa saat setelah diminta, namun mereka hendak mebayar dengan cara mencicil? Huhuhu saya tidak sudi. Entahlah, dalam pikiran saya, hutang dicicil itu enak di orang yang menghutang namun tekor di pemberi hutang, namun karena memikirkan kondisi istri Panji, saya iyakan saja. Saat itu ia membayar Rp. 5jt. Ia berjanji sisanya yang Rp. 3jt akan dilunasinya beberapa bulan kemudian.
 
pic source: pixabay.com
 
 
Hari berganti dan kini kita sudah masuk di April 2021, sisa hutang yang Rp. 3jt itu belum dibayar juga. Dan beberapa saat lalu, istri Panji sudah  menikah lagi. Saat menerima undangan pernikahannya, saya menyuruh suami untuk ke rumah Panji menanyakan perihal sisa utangnya. Dalam hemat saya, sebelum menikah, harusnya si istri menyelesaikan tunggakan suaminya yang terdahulu dulu, tapi suami saya lagi-lagi tidak enak hati karena saat istri Panji datang ke rumah mengantar undangan pernikahannya, ia sempat melontarkan kata bahwa ia tidak punya uang.
 
Huhuhu apakah itu pertanda bahwa sisa hutang yang Rp. 3jt itu tidak akan dibayarnya? Jujur saja, saya masih tetap sama, tidak bisa mengikhlaskan uang itu, tapi melihat gelagat suami yang sepertinya sudah malas membahas hal ini saya jadi pesimis uang itu bakalan balik ke saya.

Suami merasa malu menagihnya karena setiap kali hendak ke rumah istri Panji, belum sempat mengutarakan niatnya menagih hutang, si istri sudah menyatakan tidak punya uang. Suami jadi mati gaya, tidak tahu harus ngomong apa dan unjung-ujungnya pamit pulang tanpa sempat menagih.

Menurut teman-teman, pendekatan apa yang harus kami lakukan agar piutang kami bisa kembali? Suami pernah meminta saya untuk menagih hutang itu, tapi saya juga sebelas-dua belas dengannya alias tidak enakan, walau sempat kerja di leasing tapi saya tidak punya kemampuan menagih hutang. 
 
 
Saya tidak terbiasa menagih hutang karena sebelum-sebelumnya, kawan-kawan saya yang meminjam uang selalu melunasinya sesuai tenggat waktu yang dijanjikan dan lunasnya sesuai nominal yang dipinjam, tidak pernah dicicil. Saya tidak pernah berurusan dengan orang yang seperti ini. Ini menjadi pelajaran yang sangat berharga agar hati-hati meminjamkan uang pada orang lain, terlebih bila nominalnya besar (menurut ukuran kita)

Haruskah saya mengikhlaskannya? Tapi rasanya hati ini sangat berat. Salahkah saya yang berharap uang saya kembali?



Lakudo, 26 April 2021
 

22 Comments

  1. Sebelumnya turur prihatin ya, Mbak. Emang jadi buah simalakama kalau minjemin uang dengan nominal besar ke orang dekat. Mau nagih tapi nggak enak, tapi di sisi lain itu hak kita.

    Mungkin kalau memang nggak ada kemungkinan untuk balik uangnya, bisa dijadikan sebagai pelajaran. Emang berat, Mbak. Tapi lebih berat kalo kita ngarep terus hal yang udah pasti nggak bisa kembali.

    Mungkin nextnya kalau ada yang mau pinjam uang dengan nominal besar bisa pakia surat perjanjian di atas meterai kali ya, Mbak. Biar jelas hehehe

    BalasHapus
  2. SAya tidak bisa berkomentar ikhlas atau tidak. Mendoakan saja semoga segera ada solusi terbaik bagi Mbak dan suami juga istri sepupu tadi. Saya tidak tahu kondisi sebenarnya, kuatir salah menghakimi. Memang masalah hutang piutang ini kelihatan sepele tapi berat pertanggungjawabannya

    BalasHapus
  3. Menagih hutang itu sebenernya bukan hak kita loh, tapi kewajiban kita. Karena dengan menagih hutang maka kita membebaskan si penghutang dari pertanggung jawabannya di akherat kelak. Kejar dan tagih saja terus. Jangan putus asa. Dan nggak usah malu. Yg malu itu harusnya mereka. Jelaskan saja bahwa justru niat kita baik menagih hutang ini karena daripada di akherat suami dan ahli warisnya terganjal dengan urusan hutang yg belum lunas? Tapi jika memang kamu nggak tega dan kasihan, maka memaafkan dengan ikhlas dan membebaskan di penghutang juga tidak mengapa bahkan pahalanya lebih baik. Dengan catatan, dirimu ikhlas nya bulat. Jangan ada ganjalan di hati alias terpaksa. Karena jika ikhlasnya terpaksa percuma menurutku. Pahala nggak dapat, malah dosa didapat, dan nggak balik juga modal yg dipinjam. Itu pendapatku.

    BalasHapus
  4. Hallo kak aku sudah baca tulisan kakak di atas. Masalah utang piutang itu sebenernya adalah sebuah pelanggaran. Orang boleh berhutang itu jika benar-benar mendesak. Saya tahu posisi tidak enak suami kk karena ada hutang budi atau apalah, namun prinsip saya juga paling gak suka kalo ada yang hutang tapi bayarnya dicicil-cicil. Saya sering sih teman-teman saya minjam uang, bayarnya dicicil-cicil, malah pernah rusak pertemanan karena masalah hutan, astaghfirullah.

    Saran saya nih kak, pendekatan yang baik memang harus berani langsung datang ke rumah yang meninjam uang, berdiskusi dan cari solusi sama-sama. Ada nih teman saya yang hutang uang ke saya tapi dia gak bisa balikin uangnya, maka saya bilang ke dia bisa menggantinya dengan barang-barang yang ada di rumah, . Itu menurut saya sah-sah saja asalkan ada akad dari kedua belah pihak....

    BalasHapus
  5. Sabar ya Mbak. Memang pada dasarnya jika kita memberi pinjaman kitalah yang nantinya seperti pengemis. Nggak ada salahnya kita meminta terus utang tersebut mbak. Jikalau ingin dikhlaskan, mungkin saja akan ada rezeki lebih dari Allah dari nilai tersebut.

    BalasHapus
  6. Dalam hal pinjam meminjam, sering dijumpai hal2 nggak ideal, Mba.
    Menurut kita, janji ya janji, tepati dong.
    Menurut kita, waktu itu aq kan minjemin cash nggak pake lama, lha kok kamu balikinnya lama amat yaa...!

    Di situ banyak pelajaran, Bunda. Tapi, percaya deh Bun, begitu bunda ikhlas tanpa tapi, ada pintu2 rezeki lain yang Allah buka untuk kita. Daripada lelah hayati ngadepin orang2 ajaib, mending kita fokusin pikiran supaya nggak kemakan emosi negatif, bun. Semoga manfaat ya bun🥰🥰

    BalasHapus
  7. Kembali kepada akad sebenarnya. Kalo memang suami mbak merasa nggak enak nagihnya mungkin karena Panji banyak membantunya selama masih hidup. Jadi serasa pake 'kode nih', yang bisa disimpulkan: hutang dianggap lunas karena semasa hidup sudah banyak bantu. Padahal ya nggak begisa begitu kan.

    Saya jadi inget nih mbak dengan tante saya yang pake fasilitas pinjol untuk 'pay later' listrik dan pulsa (totalnya 80 rb). Saya bantu tante untuk ngecek no.pembayaran karena lupa pasword pas mau masuk ke akun.

    Nah, syaratnya luar biasa loh mbak, ada surat perjanjian hitam di atas putih dikeluarkan dari pihak pinjol dan tante saya harus melampirkan scan/foto ktp; alamat dan no.hp.

    Pas tenggat waktu, pihak pinjol selalu menghubungi tante saya tuh. Dari sms, nelpon sampe akun tante pun diblokir jadi nggak bisa pinjem uang lagi selama belum lunas. Ngutang 80rb loh. Wow.

    BalasHapus
  8. Ya ampun. I feel you banget. Hingga saat ini masih banyak utang orang ke saya yang belum terselesaikan. Entah bagaimana melukiskannya. Dari beberapa ada beberapa yang sempat saya kirimkan surat yang isinya adalah peringatan terakhir tentang pelunasan. Disebutkan juga ayat-ayat suci agar mereka tersentuh. Jikapun ternyata tak ada niat untuk mengembalikan, saya minta orang tersebut menggantinya dengan doa tak terputus untuk kemurahan rejeki anak-anak saya.

    Sekarang sudah kapok meminjamkan uang. Dan kalaupun ada yang ngotot mau meminjam, saya buatkan Surat Kesepakatan yang ditandatangan di atas materai. Biasanya yang punya niat baik mau tandatangan. Tapi kalau menolak berarti sudah ada indikasi ke arah pengabaian kewajiban pelunasan.

    Semoga masalahnya cepat terselesaikan ya Mbak.

    BalasHapus
  9. Duh maaf, saya nggak bisa kasih saran mbak, karena saya juga punya dilema yang sama. Sampai malu bolak balik nagih utang. Hingga pas terakhir nagih sekitar setahun yang lalu, saya bawakan kaleng celengan buat dia. Saya minta masukkan 5 rb setiap minggu ke dalam celengan dan saya bakal ambil suatu saat nanti.

    Tapi entah dilaksanakan atau tidak, saya sudah malas memantau.

    BalasHapus
  10. Mungkin mbak Ira bisa mencoba sendiri menagihnya. Siapa tahu kalau sesama perempuan bisa lebih mengena.

    Namun bila ingin mengikhlaskan maka lakukan, dan bersabar sambil berdoa semoga dapat ganti yang lebih besar

    BalasHapus
  11. Memang masalah hutang piutang ini pelik dan super complicated ya mba
    semoga ada solusi utk mba dan keluarga

    BalasHapus
  12. Nggak salah kok mba, kalau mengharapkan uangnya kembali, itu hak mba dan suami. Tapi cara menagihnya seperti apa, aku juga nggak tau kak, karena belum pernah mengalaminya. Semoga urusannya segera terselesaikan ya.

    BalasHapus
  13. huhuhu Mbak Ira mah bagus, mau tegas ke suami dan suami berusaha

    lha dulu sering banget bapaknya anak-anak minjemin uang ke anak buahnya, malah pernah Rp 350 juta hilang tak berbekas

    Ditagih malah marah

    Yang bikin kesel, saya cuma dikasi uang "secukupnya"

    BalasHapus
  14. Hutang piutang dengan orang lain aja ribet, ini dengan sodara sepupu lagi.
    Semoga ada solusi terbaik, seperti saran-saran di atas. tidak ada yg saling mengganjal lagi. Sehingga almarhum yg berutang bisa tenang juga di sana.

    BalasHapus
  15. Satu kata : Ikhlaskan.

    Dengan kondisi kita yang saat ini diberi nikmat sehat oleh Allah SWT - insya Allah diganti lebih dan bahkan berlipat ganda.

    Saya pengen cerita, saya pernah ada di posisi Ira,
    bahkan saat itu dalam kondisi hamil besar anak pertama dan hanya pake vespa butut kami menagih seorang pemborong yang rumahnya mewah..wah wah wah.. dibanding rumah saya yang isinya waktu itu seadanya.

    Apa yang terjadi? Suami saya diberi kata kata ketus,
    dianggap tidak tahu diri dengan job yang diberikan, bla bla bla, Saat itu, entah ada kekuatan dari mana, saya bilang, "Yuk pa, kita ikhlaskan aja, asal pak F kuat aja menanggungnya"

    Saya gak pernah marah, nyumpahin atau bahkan membicarakan, saya anggap saja
    itu terjadi sudah kehendak Allah, mungkin untuk mengingatkan kami agar lain waktu lebih hati hati. Oya jumlahnya berapa? Alhamdulillah karena bisnis, jumlah hutang orang tersebut berlipat lipat dari jumlah yang Ira pinjamkan itu.

    Eh bener, hingga saat ini rejeki kami mengalir melimpah dan si bapak F jelas terpuruk. Semua atas ijin Allah SWT. Peluk sayang...

    BalasHapus
  16. Menagih hutang itu sebenarnya kewajiban kita sih.

    Duh, saya malah kasihan Kak sama si istri almarhum ini. Sungguh dia terus menerus mendoakan dirinya sendiri agar nggak punya uang. Apalagi ditambah ia mempermainkan janjinya sendiri.

    Ngeri kalau berbalik.

    BalasHapus
  17. Duh saya gak berani ngasih saran bahkan mau ikutan menyimak saran dr teman2 lain, karena saya ada bbrp piutang yg tertahan spt ini, bahkan di tangan orang2 yg terbilang cukup dekat. Ingin bisa mengikhlaskan namun saya pun masih butuh dana itu..jadi dilema deh..

    BalasHapus
  18. First of all, turut bersimpati mbak atas ujian yang mbak & keluarga alami ini. Kalau menurut saya, perkara pinjam meminjam uang ini memang sensitif. Apalagi menyangkut keluarga.

    Nggak dipinjemin itu gimana, dipinjemin itu kuatir ga balik.

    Menurut saya sih, tetap ditagih mbak. Cuma mungkin dengan perspektif, bukan untuk mengambil uang mbak kembali. Melainkan untuk meringankan beban alm. Panji di alam sana.

    Ke depannya, sebaiknya untuk pinjam meminjam uang ini (walaupun nggak nyaman dan terkesan ribet) usahakan ada saksi dan/atau catatan yang ditandatangani kedua pihak dan saksi.

    Semoga segera terlunasi ya mbak.

    BalasHapus
  19. Perkara hutang memang nggak mudah. Apalagi kepada orang terdekat seperti keluarga. Belum lagi si peminjam juga udah meninggal.

    Bagaimana pun juga hutang tetap harus dibayar. Oleh si ahli waris dalam hal ini istrinya.

    Saran saya sih tetap diingatkan. Selama si peminjam belum ikhlas ya harus terus diingatkan sampai dilunasi.

    Kalau nggak dilunasi sementara peminjam belum bisa ikhlas akan berat pada almarhum.

    Demikian..

    BalasHapus
  20. Wah ini butuh pertimbangan yang panjang. Aku gak bisa kasi saran ikhlas atau nggaknya, karena ini urusan kenyamanan hati masing-masing.
    Semoga istri Panji diberi rejeki yang cukup dan bertanggung jawab atas hutang alm.suaminya. Tetap diingatkan juga, kasian nanti malah bablas

    BalasHapus
  21. Ya Allah, kak Ira...
    Memang mengikhlaskan hutang piutang itu tidaklah mudah. Tapi kalau mengikhlaskan, ada janji Allah yang selalu aku ingat bahwa setiap harinya akan mengalir pahala sebesar jumlah hutang tersebut kepada kak Ira sekeluarga.
    **ini saking beratnya, maka Allah beri ganjaran sebesar itu.

    Tapi kalau pun ditagih, itu juga gak salah. Karena selalu pemilik, menagih adalah kewajiban. Dan dalam Islam memang begitu aturannya.

    Tinggal menetapkan hati menggunakan cara yang bagaimana. Toh sang istri teman ini sudah di posisi akan menikah lagi.

    BalasHapus
  22. wah kalau soal utang memang berattt yaa.. ini juga yang membuatku ama suami sebisa mungkin enggak ngutangin orang. dibilang pelit yaudah.. baru kapan hari tuh mbak rewangku mau pinjem 9 juta buat nikah. duh, bookk. kita aja dapat 9 juta juga nggak semudah itu eeh pinjemnya enak banget. saya juga mikir nanti kalau nggak balik gimana, bakal susah ngikhlasinnya. akhirnya yaudah, kami putuskan untuk gak minjemin.

    BalasHapus

Terimakasih sudah membaca tulisan saya, jangan lupa tinggalin komennya yaa ;)